Stadsklok Winkel
Pada sebuah restoran di tengah kota
duduk remaja laki-laki dan perempuan
Mereka baru saja pulang sekolah
Masih dengan seragam putih abunya
"Namamu bagus." Kata Perempuan
"Namamu lebih bagus, rasa eropa"
Perempuan itu tersenyum, malu,
wajahnya merah karena namanya
sendiri, yang selama ini bersamanya.
"Giliranku? Kamu baik."
"Kamu lebih baik, caramu berbicara
aku suka itu."
Laki-laki itu tak menjawabnya,
hanya tersenyum padanya.
"Tanganmu, sangat halus." Begitu lembut
perempuan itu mengusap halus jari laki-laki.
Untuk memastikan, perempuan itu terus
memegang telapak tangan si laki-laki.
Mereka saling menggenggam, terus, dan lagi
sampai pai apel miliknya menjadi dingin
"Hidungmu ... " Kata si laki-laki menggantung, kikuk
sebab garis muka perempuan itu benar-benar eropa
Cepat perempuan itu menukas "Aku tak bisa membalas,
memuji hidungku. Aku memang cantik karena itu."
Begitu perempuan itu tertawa, begitu renyah
tawa yang akan terus menempel di kepala.
"Kamu suka aku, karena aku cantik?"
Pertanyaan itu tak perlu. Laki-laki itu
tak akan bilang dirinya cantik. Tak akan.
Butuh segala keberanian, dan laki-laki
itu tak punya. Barang secuil keberanian.
"Bukan?" Perempuan itu menunggu jawaban.
Tak perlu, tak perlu ditanyakan. Berapa
banyak temanmu, kakak-kakak kelasku itu,
berusaha untuk mendekatimu. Bukan.
Bukan itu seharusnya yang perlu ditanyakan.
Tapi
Kenapa kamu memilihku?
Laki-laki yang kecil usahanya untuk mendekatimu
Laki-laki yang tak mampu sekedar memujimu
Laki-laki yang memilih untuk menghabiskan waktu
istirahat sekolahnya dengan pergi ke perpustakaan?
Kenapa, mengapa, Aku?
Komentar
Posting Komentar